Integrasi ternak ke dalam perkebunan kelapa sawit dilakukan dengan pendekatan konsep LEISA (Low Ekternal Input System Agriculture), di mana ketergantungan antara tanaman perkebunan dan ternak dapat memberi keuntungan pada kedua subsektor tersebut. Oleh karena itu, program keterpaduan antara kelapa sawit dan ternak ruminansia harus didukung dengan penerapan teknologi yang tepat/sesuai sehingga produksi yang dihasilkan dapat lebih efisien, berdaya saing dan berkelanjutan.
Pada dasarnya sistem keterpaduan ini menjadikan daur ulang “resource driven” sumber daya yang tersedia secara optimal. Hasil samping dari limbah perkebunan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak, sedangkan kotoran ternak dan sisa pakan serta hasil panen yang tidak dapat digunakan untuk pakan dapat didekomposisi menjadi kompos sebagai penyedia unsur hara untuk meningkatkan kesuburan lahan. Kondisi produktivitas ternak sangat tergantung kepada ketersediaan pakan yang berkualitas untuk mendapatkan produksi yang optimal. Kekurangan zat nutrisi pakan akan mempengaruhi seluruh fungsi faali tubuh, yang mana sampai dengan 95% dipengaruhi oleh faktor lingkungan, termasuk pakan yang diberikan.
Integrasi antara tanaman kelapa sawit dan ternak diharapkan akan meningkatkan efektivitas pengelolaan kebun kelapa sawit dan meningkatkan produktivitasnya sebagai bahan baku minyak sawit untuk dalam negeri maupun diekspor ke luar negeri. Sedangkan limbahnya dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan kotoran ternaknya sebagai kompos untuk tanaman kelapa sawit. Dengan demikian, dukungan pakan baik dari limbah kelapa sawit atau rumput di sekitarnya akan dapat memenuhi kebutuhan ternak dengan tujuan penggemukan maupun pembibitan, khususnya di areal perkebunan kelapa sawit, yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan karyawan atau petani di sekitar perkebunan, demikian pula dapat meningkatkan populasi ternak sebagai penghasil daging guna memenuhi kebutuhan daging secara nasional.
Industri kelapa sawit terdiri dari beberapa segmen industri, yaitu budidaya perkebunan, “mill” berupa pengolahan kelapa sawit menjadi Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO), industri pengolahan dan perdagangan. Masalah utama dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit adalah rendahnya produktivitas dan mutu hasil perkebunan rakyat. Hal tersebut disebabkan oleh sistem pengelolaan kebun yang tidak efisien, karena jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk menyiangi tanaman gulma di bawah pohon kelapa sawit terlalu banyak, dan pupuk yang digunakan untuk tanaman kelapa sawit menggunakan pupuk buatan yang biayanya sangat mahal.
Hasil utama dari pengolahan kelapa sawit adalah minyak sawit (CPO) dan minyak inti sawit atau dikenal dengan nama Palm Kernel Oil (PKO). Sedangkan hasil sampingnya berupa bungkil inti sawit, serat perasan buah, tandan buah kosong dan lumpur minyak sawit mempunuai prospek yang baik untuk bahan pakan ternak. Peranan CPO sebagai sumber utama penghasil minyak makan dan produk turunannya yang sangat bermanfaat dan sangat prospektif untuk dikembangkan, seperti biodiesel sebagai sumber energi masa depan yang dapat diperbaharui (renewable energy). Di samping produk ikutan pengolahan kelapa sawit, vegetasi yang ada dikawasan perkebunan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak.
Adapun hasil utama dan hasil ikutan pengolahan kelapa sawit sebagai berikut:
1. Produk utama kelapa sawit:
(1). Crude Palm Oil (CPO) adalah minyak buah kelapa sawit.
(2). Palm Kemel Oil (PKO) adalah minyak inti biji sawit.
2. Produk hasil ikutan pengolahan kelapa sawit:
(1) Palm Pressing Fibre (PPF) adalah serat buah sawit merupakan sisi perasan buah sawit.
(2) Palm Sludge (PS) adalah lumpur sawit merupakan cairan sisa pengolahan minyak sawit.
(3) Palm Kernel Cake (PKC) adalah bungkil kelapa sawit berupa sisi ekstraksi inti sawit.
3. Produk perkebunan kelapa sawit:
(1) Oil Palm Fronds (OPF) adalah pelepah daun sawit berupa bagian dalam pangkal batang daun kelapa sawit.
(2) “Empty Fruits Bunch” (EFB) adalah tandan buah kosong atau tandan yang dikastrasi atau tidak berbiji.
4. Produk lahan perkebunan kelapa sawit: Produk Hijauan Antar Tanaman (HAT) adalah vegetasi di lahan perkebunan (leguminosa, semak, ilalang, rumput lapangan).
Peranan perkebunan sawit sebagai salah satu sumber yang dapat digunakan sebagai lahan pengembangan ternak sangatlah mendukung, ditunjang oleh peranan vegetasi lahan sebagai penutup tanah dan pakan ternak, serta produk samping perkebunan dan industri pengolahan buah sawit sebagai pakan ternak. Sebagaimana tanaman perkebunanan lain yang bercirikan tanaman keras, hasil samping yang didapatkan merupakan limbah dengan nilai nutrisi rendah dan kandungan lignin yang cukup tinggi. Diperlukan teknologi pengolahan pakan hijauan dalam upaya memaksimalkan kandungan nutrisi dan manfaat limbah perkebunan sebagai pakan pengganti/substitusi pada saat kemarau yang dicirikan dengan terbatasnya ketersediaan pakan hijauan. Kotoran dan sisa pakan ternak dapat mengurangi biaya kebutuhan pupuk yang sekaligus dapat mengurangi biaya produksi disamping menjaga kelestarian bahan organik tanah, khususnya di wilayah perkebunan yang berlereng dan memberikan tambahan pendapatan usahatani.
Sedangkan hasil olahan tandan buah digunakan sebagai bahan utama pangan dan bahan dasar industri makanan, sabun, cat, kosmetik. Ternak di areal perkebunan Permintaan produk peternakan terus meningkat sebagai konsekuensi adanya peningkatan jumlah penduduk, bertambahnya proporsi penduduk perkotaan, pendidikan dan pengetahuan masyarakat tentang perlunya makanan yang berkualitas dan bergizi serta adanya dukungan membaiknya pendapatan dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Di sisi lain, secara rutin peternakan tidak mampu menyediakan produk daging dan susu untuk memenuhi permintaan konsumen dan industri, sehingga berakibat ketergantungan terhadap impor makin besar. Oleh karena itu diperlukan suatu strategi guna peningkatan populasi ternak, khususnya pada areal dekat perkebunan kelapa sawit atau areal yang jauh di dalam perkebunan kelapa sawit, dengan harapan petani peternak tidak mengganggu tanaman kelapa sawit dengan cara diberikan modal dan bekal pengetahuan cara beternak, pemanfaatan areal yang kosong untuk pakan ternak serta cara pengelolaan kotoran sapi yang digunakan untuk pupuk sehingga akan menambah pendapatan pertani peternak.
Pengembangan ternak disesuaikan dengan kondisi sumber daya lokal perkebunan, seperti ternak ruminansia sangat potensial untuk dikembangkan pada areal perkebunan kelapa sawit karena kebutuhan pakan dapat dicukupi dari vegetasi perkebunan kelapa sawit dan memanfaatkan hasil samping pengolahan kelapa sawit. Pengelolaan ternak di perkebunan kelapa sawit masih konvensional dengan pemanfaatan perkebunan hanya pada saat musim kering dan musim tanam.
Adanya kotoran sapi dapat mengurangi biaya pengadaan pupuk yang sekaligus dapat mengurangi biaya produksi di samping menjaga kelestarian bahan organik tanah, khususnya di wilayah perkebunan yang berlereng. bahwa ternak dapat berperan sebagai industri biologis dan penyiang biologis sekaligus mampu meningkatkan produksi daging dan penyedia kompos. Pemeliharaan intensif untuk ruminansia besar secara empiris mencegah pemadatan tanah dan sentuhan langsung dengan tanaman yang dikuatirkan merusak tanaman pokok, sedangkan untuk ruminansia kecil tidak bermasalah secara penggembalaan bebas/ekstensif.
MODEL INTEGRASI
Ternak ruminansia berpotensi besar untuk mendukung upaya pengembangan perkebunan kelapa sawit yang pengelolaannya tidak terlepas dari faktor pemupukan dan perbaikan tektur tanah. Dengan demikian, tampaklah ternak bertindak sebagai bioindustri dan berperan ganda, yaitu pemroses limbah sawit dan pemberantas gulma, pemanfaatan limbah naungan tanah yang biasa digunakan pada saat tanaman muda ataupun pada lahan berkelerengan, tenaga kerja (penghela) dan dapat bertindak sebagai sumber penghasilan bagi petani kelapa sawit. Integrasi ternak dengan perkebunan kelapa sawit dapat menurunkan biaya produksi yang berkaitan dengan biaya pengadaan bahan kimiawi untuk pemberantasan tanaman pengganggu dan tenaga kerja. Vegetasi (rerumputan) lahan perkebunan tersebut digunakan sebagai pakan ternak untuk menghasilkan daging. Alternatif pola pemeliharaan ternak secara intensif atau semi intensif tergantung pada jenis ternak serta disesuaikan sumber daya alam yang ada. Pemeliharaan ternak ruminansia besar dan ruminasia kecil lebih memiliki nilai tambah dan umpan balik yang sinergis dengan kebutuhan perkebunan. Pembibitan. Pembibitan ternak ditentukan oleh kapasitas tampung vegetasi lahan perkebunan. Usaha ini diharapkan berperan sebagai penyedia ternak bakalan dan mencukupi kebutuhan bibit. Untuk usaha ini tidak terlalu diperlukan pakan berkualitas tinggi. Penggemukan. Untuk mendapatkan laju pertumbuhan yang optimal diperlukan perlakuan khusus, terutama pemberian pakan tambahan dan pemeliharaan yang intensif.
KEBUTUHAN TEKNOLOGI
Untuk menunjang keberhasilan sitem integrasi ternak dengan perkebunan kelapa sawit dibutuhkan teknologi tepat guna dan sosialisasi berkelanjutan dalam hal:
a. Pengolahan limbah perkebunan/pabrikan sebagai sumber pakan ternak
b. Pengolahan kompos yang berkualitas dalam waktu pendek
c. Pendugaan kapasitas tampung lahan perkebunan untuk jenis ternak tertentu
d. Manajemen pemeliharaan ternak yang efisien
Pembangunan pola integrasi ternak dengan perkebunan kelapa sawit sangat potensial untuk menggerakkan perekonomian berbasis pertanian di pedesaan, menghasilkan komoditi ekspor, memperkuat ketahanan pangan, mendorong pertumbuhan perekonomian daerah dan meningkatkan penghasilan pekerja.
Untuk terwujudnya pengembangan integrasi ternak dengan perkebunan kelapa sawit diperlukan dukungan dan komitmen dari berbagai pihak, yaitu koperasi petani, pengusaha/investor, perbankan, perguruan tinggi, peneliti, pemerintah daerah dan pemerintah pusat.
Reblogged this on Aceh Bertanam.
Reblogged this on Indonesia Bertanam.